If you make someone happy today, you also make him happy twenty years from now, when he remembered the incident.

membenahi pikiran.. menjaga perasaan.. menikmati masa depan

menulis itu menumpahkan segala bentuk rasa.. <3 <3


Senin, 02 Januari 2012

Yes, yesterday is Gone! We gotta keep moving on!

“ Aku pernah berharap begitu kuat, mencintai dengan begitu hebat. Lalu kemudian luka sedikit, hatiku pecah."

Pernahkah kamu mengalami apa yang kalimat di atas ceritakan? Jatuh cinta yang begitu hebatnya kepada seseorang, kamu serahkan segala angan-angan tentang kebaikan di tangannya. Kamu cintai dia dengan begitu benar, begitu baik, begitu tulus. 

Lalu sebuah luka kecil menyentilmu dan kemudian hatimu “pecah”. Isinya tumpah, butir-butirnya yang bak pasir jatuh. Sebagian berserakan, sebagian terbang terbawa angin. Kemudian, beberapa berhasil kamu kumpulkan, namun sebagian besarnya hilang tak terselamatkan.

Apa pernah kamu disakiti begitu besar oleh seseorang yang tak begitu berarti bagimu? Mungkin kamu hanya akan kecewa lalu lupa dengan sendirinya. Tetapi apa pernah kamu dilukai kecil oleh seseorang yang begitu ingin kamu bahagiakan, yang di setiap senyumanmu adalah hanya untuknya?

Kamu lantas terluka cukup lama, hingga bahkan kamu tak mampu ingat kapan persisnya luka itu berlalu. Segalanya, terasa baru kemarin saja. Lukanya, masih setia menganga.

Kuberi tahu, aku pernah merasakan yang demikian. Hatimu patah. Kamu tahu lengan yang pernah patah? Mereka tidak bisa lagi dilipat dengan sempurna. Mungkin karenanya, lalu mereka dipanggil ‘patah hati’. 

Tapi aku lebih suka menyebutnya tumbang, karena sekali hati tumbang, akan ada bagian yang tak ditemukan kembali. Karena seluruh bagian dari hati milikmu, kau beri padanya. Pada seseorang yang <kamu pikir> memiliki segala yang kamu perlukan untuk melengkapi kekuranganmu. Walau nyatanya, dia yang pertama kali membuatmu kehilangan sesuatu yang pernah utuh kamu miliki, yaitu cinta di dalam hati, hatimu.

***
“Cinta. Mereka tak pernah habis dekelupas, begitu pun bila semakin dalam kamu rindui, semakin banyak yang akan kamu temui.”


Persis seperti kenangan. Sesuatu yang pernah terjadi, tidak semuanya membekas. Sebagian yang teramat bahagia atau teramat menyakitkan saja yang akhirnya melekat erat seperti dilem besi di otakmu, yang apabila kamu paksa lepas, maka kamu sendiri yang akan terluka.

Pernah mencoba menyentuh lem besi dengan ujung jarimu lalu menempelkannya ke ujung jarimu yang lain? Ketika keduanya coba kamu lepaskan, kamu akan merasakan perih. Begitu pula ingatan. Begitu pula bagian-bagian kenangan dalam hatimu.

Tapi itu bukan berarti mereka tak mampu “lepas”. Kamu hanya perlu lebih berani untuk merasakan “perih” sedikit, untuk dapat merasa bebas dari rekatan yang membuatmu merasa tak nyaman.

Lalu kamu pun akan melewati masa berlarut berpangku dalam kecemasan. Tahu kan rasanya cemas karena kecewa? Cemas karena baru saja kehilangan hal penting dalam hidupmu, cemas karena bagian terbaik dari sebuah liburan baru saja lewat.

Seperti itulah hati, mereka mudah cemas, bila merasa mulai menjauh dari hal baik yang pernah dirasakan. Apalagi, bila kamu cemas karena cintamu telah berhasil menemukan hati yang lain, namun hatimu tak beranjak kemana pun.

Kamu banyak menangisi rindu, banyak menyerapah sang waktu, banyak mengecilkan dirimu sendiri kemudian. Berpikir bahwa “betapa bodohnya aku, karena telah mencintai hati yang salah”.

Tapi apa kamu tahu, cinta tak pernah salah jatuh, hanya saja, cinta tak selalu berhasil ditangkap dengan baik. Ada kalanya kamu akan jatuh hanya untuk “merasakan” bagaimana rasanya terhantam, kesakitan, lalu belajar untuk tak melakukan yang demikian kembali.

Jadi, ini bukan soal melupakan cinta yang pernah ada di hatimu. Ini soal apakah kamu cukup berani melepaskan mereka untuk kemudian dimiliki hati yang lain.

Kamu ingat perumpamaan jari dan lem besi tadi? Apa yang akan terjadi jika kamu benar “melupakan” kalau ujung jarimu tengah merekat. Kamu tentu tak bisa lagi menggunakan sebelah tanganmu dengan baik.

Kamu mungkin tak akan merasa sakit yang teramat, tapi kamu tengah merawat luka yang sedikit itu untuk terus ada di dalam hidupmu. Membawanya serta ke hari-harimu yang selanjutnya.

Sejujurnya aku, aku pernah merawat luka itu sekian lama. Lebih dari satu atau dua tahun. Bertahun tahun yang telah berhasil lewat. Bahkan mereka sanggup membuatku begitu takut dikecewakan, begitu takut pada sayang yang berlebihan. Sayang yang mungkin akan berhasil membuat hatiku, kembali pecah dengan mudah.

Tapi ketika aku memulai tahun 2011 dulu, aku bilang pada diriku “Tidak akan ada lagi yang seperti itu. Tidak ada waktu. Hidupku, mereka selalu bergerak maju. Dan hatiku, mereka akan baik-baik saja dengan hati lain yang berani mencintainya”.

Dan ternyata aku berhasil, aku menyembuhkan diriku sendiri. Aku menjadi aku yang lebih dari sebelumnya. Tuhan menggantinya dengan banyak hal lain yang begitu baik, bahkan teramat baik. Mulai dari lulus kuliah tepat waktu dengan IPK memuaskan, bisa bekerja bahkan sebelum berhasil lulus, diberi kesempatan menghasilkan uang dari kecintaanku pada menulis, juga merasakan jatuh pada cinta yang baik.

2011 adalah Tahun yang begitu luar biasa, walau di penghujung tahun ini aku kehilangan begitu banyak hal. Tapi memang apa yang abadi di dunia ini?

Kamu berani memiliki, maka kamu pun harus berani kehilangan. Dan pernah mengalaminya, adalah berkah yang tiada terkira. Karena siapa yang mampu menangkap waktu? Akan selalu ada “berlalu” yang selanjutnya dan selanjutnya.

***

“Seandainya sebuah kebahagiaan bisa disuntik pengawet lalu kemudian disimpan di kulkas.”

Bagaimana aku sering bilang bahwa kata ‘seandainya’ adalah kata yang begitu menyakitkan. Karena biasanya di balik mereka, selalu ada hal yang tak berhasil kamu dapatkan.

Tapi bagiku, berani mengatakannya adalah berarti bahwa kamu siap menghadapi yang terburuk. Kamu tahu sesuatu hal itu (mungkin) tidak akan terjadi, tetapi kamu masih berani menguatkan hatimu untuk mengatakannya atau bahkan menuliskannya. 

Jadi jangan pernah ragu menulis apa pun yang mulutmu (mungkin) tak mampu ucapkan. Tuhan akan menilai, bahwa kamu berusaha lebih keras dari pada mereka yang hanya berani berteriak di dalam hati.

Menulis adalah sebuah keberanian. Ya, aku selalu menganggapnya demikian.

Jadi jangan takut pada harapan. Karena sekali kamu memunggunginya, mereka akan berpaling selamanya darimu. Lepaskan saja, apa-apa yang pernah tidak berhasil tergenggam, beri ruang untuk harapan baru yang selama ini kamu kesampingkan di hatimu. Karena kamu, masih hidup.

***

“Aku mau cinta yang bisa membuatku lebih berani bahagia, membuatku lebih berharga.”


Sebuah kalimat pendek itu, selalu aku ucapkan setiap kali hatiku pecah. Mereka doa, mereka pesan pendekku pada Tuhan. Aku tahu, sesuatu yang hilang, selalu memberikan ruang pada hal lain yang lebih baik untuk datang, berkunjung, mengisi hatimu, lalu menetap di hidupmu.

Karena apa yang Tuhan pernah ambil, adalah apa yang akan Dia ganti dengan yang lebih ‘bernilai’. Dan itu berlaku pada ‘kehilangan’ dalam bentuk apa pun. Apa pun. Bahkan bila itu hanya sebuah logam 100 rupiah yang tak sengaja jatuh dari sakumu. Percayalah padaNya, bukan pada tulisanku ini.

Jadi apa lagi yang membuatmu ragu untuk melepaskan kekecewaanmu? Biar mereka lepas, biar mereka bebas lalu tertelan masa lalunya sendiri.

Karena kamu, adalah tentang hari ini dan juga hari esok.

Kemarin, adalah tentang bagaimana kamu mencatat sejarah hidupmu. Boleh kamu baca sekali waktu sebagai pelajaran, tapi biarkan esok memberimu pelajarannya yang baru.

Ingatan, mereka berbatas. Sedang kamu, masa depanmu, mereka tak berbatas.

Kita, seringkali lupa kalau nyatanya usia, mereka tengah menghitung mundur hidupmu. Maka, lakukanlah apa-apa yang nyata membahagiakanmu.

Cinta yang baik, mereka akan setia menemani (mimpi-mimpi)mu kemudian. Walau tak ada seorang pun yang percaya kamu mampu, bahkan tidak dirimu sendiri.

Dan walau pun bila di masa depan mereka tak berhasil menjadi nyata. Dia, cinta yang baik itu, tak akan pernah kemana mana.
***
In the Past..
I loved someone.
Got hurt.
Made countless stupid decisions.
Expected too much.
But now,
I'm moving on!
Yes, yesterday is Gone!
We gotta keep moving on!
-falafu

Mencintaiku Itu Mudah

Mencintaiku itu Mudah, jangan membuatku kembali PATAH



Mencintaiku itu mudah. Aku hanya perlu bahagia. Bahagia yang seperti apa? Kurasa sama seperti bahagia yang orang lain inginkan. Aku tidak pernah repot-repot menyusun daftar kebahagiaan. Kurasa Tuhan lebih pandai melakukannya untukku.


Mencintaiku itu mudah. Aku hanya tidak ingin dibohongi. Bohong yang seperti apa? Kurasa sama seperti kebohongan yang tidak diinginkan orang lain. Aku tidak pernah mau menyibukkan diri dengan memikirkannya. Kamu tau, air mataku butuh 'kesedihan' selain dari penghianatan. 

Mencintaiku itu mudah. Aku hanya ingin kau menyayangi aku dengan baik. Sayang yang seperti apa? Kurasa sama seperti sayang ayah pada anak perempuannya. Sayang yang menjaga. Sayang yang mengajarkan kedewasaan. Aku tidak pernah mau memberatkanmu dengan sayang yang mesti mengalah. Cinta yang mengalah, suatu hari akan kalah.


Mencintaiku itu mudah. Aku hanya ingin hidup yang sederhana. Sederhana yang seperti apa? Kurasa sesederhana kata 'sederhana'. Hidup yang membuat langkahmu ringan terjangkah. Seringan kamu menggandeng tanganku ketika kita berjalan. Seringan gelembung sabun yang ditiupkan anak-anak kita kelak. Aku tidak ingin membuatmu menjadi rumit hanya karena sebuah kemeja kerja yang tak rapih kusetrika.
Mencintaiku itu mudah. Jangan membuatku kembali patah. Patah yang seperti apa? Yang seperti ini. Harapan yang sedang kutuliskan kembali setelah kamu benar-benar menghilang pergi. 

Mencintaiku itu mudah. Kembalilah. - falafu

Hell-oow Tuan Egois !

Aku muak dengan semua kelakuanmu. Aku jengah dengan pola pikirmu. Aku lelah dengan caramu memperlakukanku. Aku jera dengan tutur kata dan caramu membentakku. Aku menyerah pada caramu menghakimi semua kesalahanku.

Kau pikir kau pengendali hidupku? Kau pikir kau pemilik jalan hidupku? Hingga begitu mudahnya kau mengatur pola pikirku, hingga begitu saja kau ubah keputusanku. Hey, Tuan Egois! Kau selalu menjadikanku kelinci percobaanmu, kau ubah diriku seperti yang kau mau, karena kau hanya mencintai perubahanku bukan aku yang apa adanya!

Kau sudutkan aku dalam dimensi penuh aturan mainmu, dimana kamulah yang jadi pemeran utama, dimana kamulah yang jadi aktor utama. Sementara aku hanya pemeran pembantu, yang tak kau biarkan untuk berkembang, yang selalu kau atur sesuai keinginanmu. Hey, Tuan Egois! Aku bukan binatang peliharaanmu, yang tetap setia tanpa alasan yang tak jelas!

Apakah aku mainan kesayanganmu? Hingga selalu kau salahkan aku ketika aku kadang mengecewakanmu. Hingga kau sudutkan aku ketika aku tak mampu menjadi seperti yang kau mau? Apakah aku boneka terindah milikmu? Yang bisa kau gerakkan seenak jidatmu, yang bisa kau mainkan sesuka hatimu. Kau pikir hatiku terbuat dari baja? Kau pikir otakku terbuat dari besi? Hingga kau mempercayai bahwa aku tak mampu merasakan sakit sama sekali!

Kau selalu membandingkan aku pada semua wanita yang mengelilingi kamu. Hey, Tuan Egois! Kenapa kau tak memilih mereka saja sebagai boneka barumu? Kenapa kau tak memilih mereka yang lebih konsisten daripada aku yang selalu kau anggap salah dimatamu? Dimana otakmu, Tuan Egois? Otak yang selalu kau agungkan ketika aku selalu kau salahkan!

Kau selalu ingin diutamakan. Kau selalu menganggap pernyataanmu benar. Tuan Egois, dengarlah! Tak semua hal yang menurutmu persepsimu baik juga akan baik dalam persepsi orang lain. Tuan Egois, kamu kelewat egois! Kau memutarkan fakta, kau belokkan realita, untuk menjadikanku sebagai tersangka utama! Sedangkan dunia tak melihatku sebagai korban! Kaukah itu, Tuan Egois? Orang yang pertama kali kukenal dengan begitu manis.

Siapakah aku dimatamu? Apakah aku hanyalah seonggok sampah yang tak terlihat di pelupuk matamu? Apakah aku hanya benalu yang menghalangi pertumbuhanmu? Apakah aku hanya batu sandungan yang menjungkalkan langkahmu? Kapan kau menganggapku sebagai anjing setia yang mencintaimu walau dalam keadaan terburukmu sekalipun? Kapan kau menghargai usahaku? Kapan kau menatap mataku dalam-dalam dan berkata “Aku mencintaimu begitu juga kekuranganmu”? Tapi, ternyata aku bukan siapa-siapa dimatamu, aku tak pernah ada saat kau melihat dunia. Aku selalu kau lupakan. Aku hanyalah sepi yang merindukan suasana hangat tapi kehangatan itu tak kudapatkan darimu.

Aku lelah mengikuti aturan mainmu, Tuan Egois. Aku kalah dan lelah. Aku jengah dan menyerah. Jatuh cintalah pada wanita yang mau kau atur jalan hidupnya. Jatuh cintalah pada wanita yang mau kau jadikan boneka kesayangamu. Jatuh cintalah pada wanita tolol yang menurutmu jauh lebih konsisten daripada aku. Kau tak pernah sadar bahwa wanita-wanita seperti itulah yang suatu saat akan membuatmu mengemis perhatian.

Akan ada saatnya kau menangisi kepergianku
Akan ada saatnya kau menyesal telah menyia-nyiakan aku
Akan ada saatnya…

Dwi

Patah #1


Bukankah diam adalah intan?
Kalau begitu bicara tak lebih dari sekedar besi  karatan.


Maka dengan begitu kata tak lebih dari sekedar pepesan kosong. Membumbung dalam ketidak nyamanan berdiam diri atau mungkin mengenang sesuatu yang tidak menyenangkan. Entah itu hanya sebatas gemuruh petir penghianatan. Atau mungin gonggongan anjing yang iri hati.

Semua tidak lebih dari sekedar kehidupan dan sekelumit tentang CINTA. Tidakkah semua berasal dari dua sosok yang tidak saling mengenal, lalu bersama dalam perjalanan untuk saling menyayang. Kemudian bersama membuat seuah komitmen untuk kenyamanan suatu hubungan atau mungkin untuk menjadikan pedoman dalam keutuhan cinta dan keserasian dalam ruang lingkupnya.

Menjadikan asa sebagai semangat untuk menjadi lebih dan lebih baik lagi. Atau sekedar membenahi hati yang kerap kali di sia siakan.


Aku dan kamu diciptakan untuk saling mengenal.
Bukan untuk membina masa depan.


Aku hanya memperhatikanmu dari sudut dunia maya yang tak tersentuh. Aktivitas sehari-harimu kupantau lewat tulisan bisu yang bernama status Facebook. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, sudah sebulan sejak aku pertama kali menambahkanmu sebagai teman di Facebook, sudah sebulan aku memperhatikanmu diam-diam, tanpa berani menyapamu lebih dulu, tanpa mau mengusik aktivitasmu. Itulah aku, yang diam-diam memperhatikan sosokmu.

Ketika sebuah perkenalan terjadi, seberapa kuatkah kata ‘HI’ itu ? 1 kata 2 huruf. Ternyata mampu menyihirku untuk tetap ingin memperhatikan kamu dan mengenal kamu dalam kenyataan sifat dan sikap yang pantas dan kepantasan penilaian yang sepadan.

Namun sayangnya sebuah kesia-siaan membuat  aku memahami bahwa menunggu itu memang menjemukan. Sesabar apapun aku bertahan untuk tetap tersenyum di hadapanmu aku mampu cemburu pada detik itu juga.


Aku rasa tidak hanya sabar yang ada batasnya.
Baikpun ada batasnya.


Namun semua berbeda, ketika bunga-bunga asmara yang justru sedang merekah dalam ingatanku, kau justru malah memupuskannya. dengan sepotong kata 'menyesal' sudah membuat aku merasa risih dengan kebersamaan yang jusru terkesan kau paksakan itu.

membuat aku semakin ragu ketika aku selalu di uji oleh beribu-ribu wanita yang kau sapa lebut dan sangat manis itu. perasaan apa ini? akupun heran tapi itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa aku PATAH. aku tak sanggup kembali mengikuti jejakmu lagi.


Ada yang pernah di hapus oleh hujan
yaitu jejak (kenangan) 


Apa pernah kamu disakiti begitu besar oleh seseorang yang begitu berarti bagimu? Mungkin kamu hanya akan kecewa lalu lupa dengan sendirinya. lalu apa pernah kamu dilukai kecil oleh seseorang yang begitu ingin kamu bahagiakan, yang di setiap senyumanmu adalah hanya untuknya? 

lalu kamu terluka cukup lama, bahkan kamu ga bisa ingat kapan persisnya luka itu berlalu. Segalanya, terasa baru kemarin saja. Lukanya, masih setia menemani..

aku lebih suka menyebutnya patah, karena sekali hati patah, akan ada bagian yang tak ditemukan kembali. Karena seluruh bagian dari hati milikmu, kamu beri padanya. Pada seseorang yang kamu pikir memiliki segala yang kamu perlukan untuk melengkapi kekuranganmu. Walau nyatanya, dia yang pertama kali membuatmu kehilangan sesuatu yang pernah utuh kamu miliki, yaitu cinta .
 
Aku tengah Patah (lagi)
Dan kamu yang mematahkannya (lagi)
Belum puaskah?

Jumat, 09 Desember 2011

Ada yang perlu di luruskan antara ‘kita’


Pernah ‘kita’ di sudutkan oleh sebuah peristiwa yang sepatutnya peristiwa itu tidak pernah terjadi. Kita hanya berdiam diri tanpa kata dengan ukuran waktu yang relatif lama. Menyendiri dan terpaku saling berpunggungan. Bahkan ketika kita bertemu kita hanya terdiam dan berjalan berlawanan arah. Menuju kutub yang salah. Penyesalan merobek hati.

Kamu tahu? Saat itu aku ingin menangis, bukan aku tak bisa menangis. Hanya aku tak ingin dikatakan wanita lemah.

Hanya karna ‘kita’ yang salah dalam sudut penilaian tertentu. Patut di sesalkan karna tidak semua yang ‘kita’ anggap konflik selalu melulu itu. Bukankah cemburu adalah bumbu cinta yang sedap ketika rindu sedang menggebu. Namun bagiku cemburu itu bagai cuka. Asam dan mampu mengobarkan api cinta yang terpendam terlalu dalam itu.

Lalu bagaimana bisa kita membiarkan arah perjalanan kita selalu berpunggungan dan berjalan melewati arah yang benar? Apa kita akan selalu membiarkan hal yang seperti itu selalu terjadi. Tidakkah sebuah kesalah pahaman harus di luruskan dan segala kesalahan harus di jelaskan? Apakah tidak muncul kejenuhan dalam bersikap egois itu muncul?

Menjadi sosok yang sempurna tanpa kesalahan itu nihil. Tapi berusaha menjadi yang terbaik tidaklah salah dalam suatu konsep kehidupan tertentu.

Pernahkah kamu sadar, masalah-masalah kita itu tidak melulu itu dan itu. Masih banyak perjalanan di depan mata yang akan memaksa kita untuk tetap bergandengan tangan dan mengharuskan  kita melangkah dengan pasti atau kita berjalan sendiri-sendiri untuk pergi mencari diri kita yang terbang dalam diri kita msing-masing?

Masih banyak sekali yang perlu kita luruskan disini. Tentang kejenuhan. Tantang kebersamaan. Tentang kesalahpahaman. Tentang kita. Hanya tentang kita.
Masih terlalu banyak yang perlu kita benahi. Mari bantu aku membereskannya. Karna kamu harus siap dengan kerusakan-kerusakannya, lalu membantu saya memperbaiki nya. Itu konsep dasar tentang ‘KITA’

Aku+Kamu = Kita


Pernahkah kamu tahu apa yang membuat aku terkesan ketika aku mengenal sosok seperti kamu? Yaitu keramah tamahan. Kelembutan hati dan kesederhanaan.
Semua berawal dari ketidak sengajaan ‘Kita’ bertemu pada sebuah acara formal yang mengharuskan kita berinteraksi. Awalnya semua biasa saja. Tidak ada rasa yang special dan istimewa dalam ruang lingkupnya. Kadang aku memperhatikan kamu dari balik dunia maya yang tak tersentuh dan tak terjamah. Sikapku tak lebih, hanya rasa kekaguman biasa yang tak harus memunculkan alasan dan tanda tanya.

Tapi sejak itu semua berubah, hanya dengan satu sapaan dari sebuah makhluk yang bernama ‘facebook’ itu, kamu dan aku tiba-tiba menjadi dekat. Seberapa kuatkah kata ‘HALO’ itu? 1 kata 4 huruf. Tapi bisa mendekatkan aku dan kamu dalam ruang lingkup yang sempurna bernama ‘cinta’.
Lalu timbul sebuah pertanyaan, ‘kenapa harus kamu? Kenapa bukan yang lain saja?’

Membayangkan segala sesuatunya secepat kilat, membuat aku bertanya, akankah keseriusan menjalar dalam suatu komitmen kebersamaan? Sedangkan jarak yang jauh memaksa kita untuk berdiam diri dan menunggu. Belum lagi hambatan bisikan kebisingan suara yang parau dari makhluk-makhluk yang bernama ‘fans’ itu, membuat timbul pertanyaan yang senantiasa berkembang dan terus berkembang. Hingga akhirnya, komitmenpun kita tumpah ruahkan.

Menjalani hari dengan kesenangan canda dan tawa adalah sesuatu yang teramat sangat menjenuhkan. Apa kamu pernah menghitung seberapa banyak kita menghadapi mahluk yang bernama ‘rintangan’ itu? Seberapa lama waktu yang kita tempuh untuk memahami diri kita masing-masing? Dan seberapa pantaskah kita sebut sebuah ‘cinta’ mendalami arti ‘kita’ dalam ruang lingkupnya?

 ‘kita’ adalah sesuatu yang teramat sangat sederhana. Karna ‘kita’ memberikan arti pada dunia bahwa ternyata tidak semua yang dunia lukiskan tentang ‘kita’ adalah benar. ‘kita’ adalah sesuatu yang indah melebihi indahnya pelangi ketika hujan berlalu, ‘kita’ adalah sesuatu yang wangi melebihi wewangian bunga kasturi, ‘kita’ adalah suatu yang sejuk melebihi sejuknya embun dipagi hari, dan ‘kita’ adalah sesuatu yang sangat hangat melebihi hangatnya mentari di waktu duha. Tapi tidak selamanya ‘kita’ seperti itu, terkadang ‘kita’ bisa menjadi sesuatu yang jahat melebihi jahatnya seorang pembunuh. ‘kita’ bisa menjadi sesuatu yang sangat ganas melebihi ganasnya sang raja hutan. ‘kita’ bisa menjadi sangat garang melebihi garangnya petir ketika badai. ‘kita’ bisa menjadi sangat cacad melebihi pohon yang tumbang.

Semua kembali pada komitmen, pembelajaran tentang bagaimana artinya memahami sosok satu dengan sosok yang lainnya. 

Belajar mengerti tentang artinya ada dan tiadanya. Belajar memaklumi tentang artinya bertindak dan menyalahkan. Semua harus satu dalam kadar komposisi yang tepat untuk memaniskan suatu komitmen yang ‘kita’ sebut ‘cinta’.

Kemudian kita bertemu dalam kehidupan yang menitik beratkan pertimbangan-pertimbangan untuk melangkah pantas dan ketidak pantasan kita dalam bertindak. Problematika selalu menjadi buah bibir yang sangat manis bagi mereka-mereka yang selalu mengharapkan kita kandas dan memupuk semua asa menjadi humus kehidupan. Namun ‘kita’ tidak semudah itu di hancurkan. Tidak semudah itu di patahkan. Dan tidak semua itu di leburkan.

Sering aku bertanya, kapan aku mulai cemburu padamu. Bahwa sosok cerdas dan wajah tampanmu menarik, ya tapi sungguh aneh memikirkan bagaimana bisa perasaan cemburu itu menjajahku, bahkan sering membelenggu begitu kuat.

Bukankah kita bermula dari dua sosok yang tidak saling mengenal? Tapi waktu yang berjalan, melesatkan perasaan dan pikiranku dan tahukah kau? Semakin aku berfikir, semakin aku sadar. Pada detik pertama aku cemburu padamu, saat itu pula ‘aku jatuh cinta’ padamu.

Hal yang konyol memang ketika aku dan kamu adalah berasal dari dua sosok yang berbeda. Lalu mengapa semua berjalan searah hembusan nafas pengharapan yang semu.?

Dan akhirnya, Cinta bukanlah tentang ‘seberapa indahnya awal’ tapi bagaimana kita mempertahankan keindahan itu sampai akhir. 

Sabtu, 16 April 2011

Westlife -_- Soledad

If only you could see the tears in the world you left behind
If only you could heal my heart just one more time
Even when I close my eyes
There’s an image of your face
And once again I come I’ll relise
You’re a loss I can’t replace

Soledad
It’s a keeping for the lonely
Since the day that you were gone
Why did you leave me

Soledad
In my heart you were the only
And your memory live on
Why did you leave me
Soledad

Walking down the streets of nothingville
Where our love was young and free
Can’t believe just what an empty place
It has come to be
I would give my life away
If it could only be the same
Cause I can’t still the voice inside of me
That is calling out your name

Soledad
It’s a keeping for the lonely
Since the day that you were gone
Why did you leave me
Soledad
In my heart you were the only
And your memory live on
Why did you leave me
Soledad

Time will never change the things you tols me
After all we’re meant to be love will bring us back to you and me
If only you could see

Soledad
It’s a keeping for the lonely
Since the day that you were gone
Why did you leave me
Soledad
In my heart you were the only
And your memory live on
Why did you leave me
Soledad